Transportasi umum merupakan kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dihindari. Mulai dari kota-kota besar, sampai ke pelosok-pelosok kampung butuh transportasi umum untuk mempermudah akses. Apalagi masyarakat Kota dan penduduk padat seperti Jakarta tentu butuh transportasi umum yang murah, nyaman, dan ramah lingkungan.
Perkembangan teknologi mempengaruhi segala sektor termasuk pengaruhnya terhadap alat transportasi. Berbagai inovasi dilakukan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada penumpang dan konsumen. Transportasi berbasis online, seperti Uber dan GO-Jek hadir dengan visi demikian. Uber bergerak mengkordinir para pemilik rental mobil untuk dijadikan taksi, sedangkan GO-Jek bergerak mengkordini Tukang Ojek. Transportasi online tersebut menawarkan sesuatu yang berbeda dengan angkutan umum lainnya.
Transportasi online hadir sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan di Jakarta dan menghindari tindakan kriminal. Sebab, transportasi online memiliki kelebihan, misalnya GO-Jek 1) Go-Jek memberikan kenyamanan karena setiap driver dan konsumen melakukan registrasi sehingga jika terjadi hal yang tidak diinginkan semua dapat dilacak, 2) Go-Jek bersifat transparan, yaitu menggunakan argometer sehingga tarif sesuai dan tidak terdapat penipuan tarif, 3) Gojek tidak hanya menawarkan jasa mengantar orang, tetapi dapat mengantar barang atau pesanan, dan 4) pemesanan Go-jek dapat praktis dengan menggunakan aplikasi online.
Keunggulan transportasi umum berbasis online tersebut mendapat tempat di hati masyarakat, sebab banyak peminatnya. Hal tersebut membawa dampak persaingan di angkutan umum lainnya yang tidak berbasis online. Sehingga terjadi pengurangan pendapatan oleh angkutan umum yang tidak menggunakan aplikasi online.
Masyarakat yang tahu kebutuhan lebih banyak memilih transportasi online dengan alasan mudah diakses, dipesan, harga terjangkau, dan dapat menghindari macet. Persaingan tersebut berujung kisruh antara pengemudi angkutan umum dengan transportasi umum berbasis online. Antarkelompok sempat bentrok dan berujung tindakan saling balas.
Ujung dari suasana ini ialah para pengemudi angkutan umum yang terdiri dari sopir taksi, metromini, bajai, dan angkot berdemostrasi pada senin, 14 Maret 2016 di dekat istana negara, monas, dan beberapa tempat lainnya. Mereka berdemosntrasi menuntut transportasi berbasis online ditutup. Demonstrasi tersebut memang bagian dari hak mereka untuk mengeluarkan pendapat sebab hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Hanya saja, jangan sampai demonstrasi tersebut anarkis dan mengambil hak orang lain.
Meski kehadiran transportasi online membawa solusi, tetapi transportasi online belum mendapat legalitas dari pemerintah. Banyak transportasi online yang masih menggunakan plat hitam, belum terdaftar, tidak membayar pajak, dan banyak belum memenuhi syarat transportasi yang sesuai menurut aturan alat transportasi umum. Sebelumnya, Kemenhub menyampaikan bahwa transportasi online, seperti GrabCar dan Taksi Uber adalah ilegal karena tidak memenuhi aturan mengenai lalu lintas angkutan jalan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
Pemerintah akhirnya telah mengambil sikap untuk mengatasi persoalan ini. Tuntutan para demonstran angkutan umum yang meminta angkutan bebasis online dihapuskan tidak dapat diwujudkan pemerintah. Sebab, hal demikian sama saja menentang perkembangan teknologi dan akan menambah persoalan baru. Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan mengatakan bawa sistem online yang digunakan oleh Uber dan Grab merupakan perkembangan teknologi. Akan tetapi, perkembangan teknologi yang digunakan pada Uber dan Grab sebagai angkutan harus terdaftar dan ketentuannya harus disetarakan dengan taksi. Luhut menambahkan bahwa pemerintah akan bertindak adil terhadap persoalan ini. Trasnportasi online yang belum legal akan difasilitasi untuk membentuk badan usaha yang legal serta perizinannya. Persoalan transportasi online yang belum tercantum di dalam Undang-undang akan dibahas dan direvisi.
Bagaimanapun, inovasi dalam transportasi umum sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, realisasi sikap pemerintah dibutuhkan terhadap permasalahan ini. Masyarakat sebagai konsumen, tentunya tidak ingin menjadi korban karena belum ada kapastian. Banyak hal yang dirugikan jika permasalahan ini belum tentu ujungnya. Bagi sopir dan tukang ojek, kebijakan pemerintah sangat ditunggu realisasinya, sebab menjadi sopir atau tukang ojek, baik online ataupun tidak adalah jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. (Luh Sumilir)