Aksara-aksara yang ada di wilayah Indonesia ini memiliki ciri khas di setiap daerah. Model tulisan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia ini biasa digunakan dalam surat rahasia pada zaman kerajaan. Ada pula yang menggunakan aksara ini sebagai kode dalam menyampaikan sesuatu. Untuk itu aksara daerah di Indonesia juga perlu kamu ketahui, siapa tahu kamu akan menggunakan aksara ini sebagai kode dalam menjaga rahasiamu agar tidak diketahui orang lain. Kamu bisa simak informasi jenis-jenis aksara di wilayah Indonesia seperti di bawah ini
1. Aksara Abugida – Batak, Sumatra Utara
Abugida yang biasa digunakan dalam Aksara Batak merupakan salah satu jenis huruf dari hasil kombinasi antara alfabet dan suku kata. Setiap karakter huruf sudah mencakup konsonan dan vokal dasar. Pengucapan huruf ‘a’ merupakan vokal dalam aksara abugida. Dengan tanda diakritis, pengucapan vokal ini dapat diubah-ubah sesuai tanda yang diberikan. Setiap variasi jenis dalam aksara Batak ini memang tidak sama tetapi juga tidak terlalu berbeda antara satu huruf dengan huruf lainnya sehingga semua jenis huruf juga hampir mirip.
Dalam penggunaannya di masa lampau, aksara batak sering dimanfaatkan sebagai penulisan naskah Batak dalam media akordeon. Akordeon adalah media tulis yang berbentuk buku dengan bahan kulit kayu dan dapat dilipat. Sebutan buku ini dalam bahasa batak adalah Pustaha. Biasanya Pustaha berisikan penanggalan dan ilmu nujum yang ditulis oleh seorang datu atau dukun.
2. Aksara Incung – Rancong, Kerinci , Jambi
Berdasarkan tulisan yang pernah disalin oleh Dr. Voorhoede, R. Ng. Dr. Purbacaraka, H. Veldkamp Conteleur BB, Ny. M.C.J Voorhoeve Bernelet Meeens yang ada di dalam Tambo Kerinci, tulisan ini juga terdapat dalam berbagai benda pustaka seperti halnya pada tanduk-tanduk sapi dan kerbau, ruas buluh bambu, kulit kayu atau daluang, dan daun lontar.
Tulisan yang tertera dalam berbagai media itu sudah dijelaskan dalam buku Bumi Sakti Alam Kerinci SEKEPAL TANAH SURGA. Nenek moyang Suku Kerinci masih saja mempertahankan tulisan ini hingga sekarang.
3. Hanacaraka – Aksara Jawa Kuno
Aksara ini biasa digunakan dalam naskah-naskah Bahasa Jawa yang biasa dikenal dengan Hanacaraka atau carakan/cacarakan. Aksara ini diturunkan dari sebuah tulisan yang dipengaruhi agama Hindhu dan diturunkan dari aksara Brahmi. Sedangkan aksara Jawa Modern ini sudah dimodifikasi dari jenis aksara Kawi dan termasuk juga dalam jenis aksara abugida.
Contohnya saja aksara yang menyimbolkan huruf ‘Na’ yang mewakili huruf N dan A menjadi satu dalam kata Nasi. Untuk membuat kata nasi hanya ditulis dengan simbol dua aksara jawa saja. Pada intinya, cukup ditulis berdasarkan dua suku katanya ‘Na-Si’. Hebatnya lagi, akasara jawa ini juga terintegrasi dalam aplikasi komputer, bahkan sudah dilakukan sejak tahun 1983. Hal ini dilakukan supaya aksara jawa juga dapat mendapat pengakuan di seluruh dunia.
4. Aksara Bugis Lontara – Makassar
Aksara ini merupakan satu-satunya aksara asli khas tulisan Suku Bugis tanpa ada percampuran dari tulisan budaya lain seperti: budaya arab, budaya india dan budaya cina. Berdasarkan teori dari Prof. Mattulada (Alm), aksara ini berasal dari “Sulapa Eppa Wala Suji”. Wala berarti pagar pemisah , sedangkan Suji berarti putri. Wala Suji juga merupakan pagar bambu pemisah yang berbentuk belah ketupat dalam suatu acara ritual.
Sulapa eppa yang bermakna empat sisi adalah hasil simbol dari kepercayaan Bugis Makassar Klasik dengan simbol susunan empat element antara lain: api, air, angin dan tanah. Aksara ini sudah dikenalkan sejak abad ke-12 yang mewakili bahasa asli Bugis yakni ‘Bahasa Ugi”. Terdiri dari 23 jenis aksara bugis yang tersusun berdasarkan jenis font masing-masing.
Contohnya : Semoga prasasti ini menjadi bahan pelajaran pada anak cucu
Jika diterjemahkan dalam bahasa tulisan aksara bugis, maka tulisan akan menjadi saemog prssti aini maenjdi bhn paeljrn pd ank cucu
Sehingga dapat dilihat bahwa Aksara Bugis memiliki kesulitan tinggi dalam menggunakan huruf mati.
Masih banyak aksara daerah lain yang wajib kita ketahui selain empat jenis aksara di atas. Berbanggalah memakai aksara-aksara ini dalam menulis naskah, bukan mencontoh tulisan negara lain yang dianggap keren akibat pengaruh hiburan Film Asia dan Barat. (Chandra WH)