Memulai lebih sulit daripada mengakhiri. Membuat keputusan lebih sulit daripada menyudahi. Itulah pengalaman-pengalaman dari orang-orang yang pernah menyisihkan sebagian waktu hidupnya untuk cinta. Padahal keduanya hanya sebagai pembuka dan penutup, tetapi kenapa pembuka selalu lebih sulit daripada menutup.
Orang yang hidup dalam cinta dalam pandangan saya seperti orang yang berada dalam sebuah rumah. Mencari sebuah rumah kontrakan tidaklah semudah yang dibayangkan. Terlebih dahulu kita bertanya-tanya kepada orang di mana terdapat rumah kontrakan. Setelah mendapatkan informasi keberadaan rumah kontrakan, barulah mempersiapkan diri untuk menemukannya.
Dengan panduan peta lokasi rumah kontrakan yang didapatkan dari informasi beberapa orang kita menuju ke rumah tersebut. Memilih kendaraan (angkot/ bus/ kereta api/ ojek) yang mengantarkan ke rumah yang dituju haruslah teliti. Salah kendaraan bisa membuat kita tersesat dan tidak sampai-sampai di tempat tujuan.
Setelah sampai di lokasi, tidak langsung begitu saja kita bisa tinggal dikontrakan tersebut. Terlebih dahulu kita bertanya siapa pemiliknya. Setelah itu menemuinya dan bertanya apakah masih bisa ditempati atau tidak. Kalau masih, kita menanyakan berapa bayarannya perbulan atau pertahun. Sistemnya bagaimana, angsuran, uang muka, atau langsung lunas. Setelah itu baru kesepakatan. Setelah sepakat barulah ditentukan kapan bisa ditempati (pindah ke rumah tersebut).
Setelah waktu yang disepakati kita dengan repot-repot membawa barang ke rumah kontrakan tersebut. Setelah sampai di rumah barulah merasakan kenyamanan dan kenikmatan hidup. Kenikmatan kita dapatkan setelah bersusah payah mencari, menemukan, dan proses perpindahan.
Waktu perjanjian habis. Kita harus pindah ke tempat lain. Dengan mudah kita keluar dari rumah tersebut. Padahal kita sudah susah payah dahulunya mendapatkan rumah tersebut, tetapi dengan mudah kita meninggalkannya. Lalu, apa yang paling sulit di antara keduanya, ternyata mempertahankan agar kita selalu berada di rumah tersebut.
Cerita di atas adalah sebuah analogi tentang cinta atau percintaan. Mendapatkan cinta itu sulit, butuh susah payah mendapatkannya. Kita harus menemukaan seseorang yang cocok dengan kita. Menemukan kecocokkan tidaklah mudah seperti menggoreng tempe dalam kuali. Perlu proses yang panjang. Diawali dengan perkenalan, kencan pertama, kedua, ketiga, setelah itu mengungkapkan perasaan, bertunangan, dan langkah selanjutnya kalau masih ada kecocokkan ya ke jenjang pernikahan.
Akan tetapi setelah kita mendapatkan apa yang kita miliki, kita menyia-nyiakannya begitu saja. Melepaskannya begitu saja dengan mudah. Padahal mendapatkannya sulit dan susah payah. Ternyata, mempertahankan itu yang paling menentukan keberlanjutan suatu hubungan.
Saya heran, di toko buku saya banyak menemukan buku-buku bagaimana mendapatkan cinta dalam sekejap, menemukan seseorang yang dicintai, dan sebagainya. Akan tetapi, buku-buku yang berbicara mengenai mempertahankan sebuah hubungan sangat langka. Padahal yang paling terpenting dalam suatu hubungan ialah mempertahankan apa yang telah dimiliki. Kebanyakan manusia memang begitu.
Ketika belum mendapatkan sesuatu, manusia itu bersusah payah untuk mendapatkannya. Setelah dapat, apa yang terjadi? Manusia menyia-nyiakan apa yang telah didapatkannya tersebut. Padahal kalau mengingat-ingat susah payah di awal, rasanya manusia harus belajar untuk mempertahankan. Banyak di antara kita yang menjadi pejuang untuk mendapatkan cinta. Akan tetapi, para pejuang dalam mempertahankan cinta masih bisa dikatakan sangat langka. Kadang-kadang muncul pendapat penulis, yaitu kita manusia lebih menikmati proses untuk mendapatkan sesuatu daripada mempertahankan apa yang telah kita raih.
Kenyataan ini melanda salah seorang teman akrab saya. Telah banyak pengorbanan yang dilakukannya. Suatu kali, teman saya itu meminjam motor teman yang lain untuk menemui sang kekasih yang berada di luar kota. Cinta memang membutakan jalanan. Berpuluh kilo jalan serasa dekat kalau dilanda cinta. Tidak dihitung akibat rugi dan fatal yang diderita. Setiap saat bisa saja jalanan akan merenggut nyawa dengan banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi.
Setelah itu, berapa puluh kali mereka telah jalan berdua saya tidak tahu lagi. Selama berjalan tentu banyak uang yang akan keluar, seperti bensin dan uang jajan. Berita yang mengejutkan saya ialah hubungan mereka putus. Padahal sudah banyak pengorbanan. Kesimpulannya ialah teman saya ini gagal dalam mempertahankan. Apapun alasannya, yang terpenting dia telah gagal mempertahankan. (Luh Sumilir)