Imajinasi Sang Penulis Melahirkan Kisah Nyata, Semoga Berlaku Bagi Negeri yang Damai

Aku sungguh tak mengerti dengan kejadian-kejadian aneh dalam hidupku. Kejadian yang tak masuk akal. Bila kuceritakan pasti engkau takkan percaya. Engkau anggap aku seorang pembohong. Lebih parahnya engkau akan mengatakan aku telah gila. Telah gila oleh cerita-cerita yang mustahil. Aku tak ingat kapan aku mulai suka menulis. Aku suka menulis cerita-cerita yang bersifat imajinasi. Tulisanku berbeda dengan orang kebanyakan. Biasanya, orang menulis sesuatu dari apa yang telah terjadi di masa lalu. Ide-ide itu muncul dari pengalaman pribadi dan orang lain. Penulis peka terhadap apa-apa yang terjadi di masa yang lalu dan masa sekarang. Seorang penulis memiliki indra yang berada di atas rata-rata orang kebanyakan. Teori-teori kepenulisan juga mengatakan itu. Tulisan ditulis dari ide-ide yang berasal dari pengalaman masa lalu. 

Aku tidak seperti itu. Aku menulis sesuatu yang tidak terjadi di masa yang lalu dan sekarang. Aku suka mengarang cerita-cerita yang sesungguhnya tak pernah berangkat dari kenyataan. Yang anehnya, semua yang kutulis itu menjadi kenyataan di masa yang akan datang.
Seperti paranormal atau para indigo dapat melihat masa depan dengan kelebihannya, diriku menulis sesuatu dan yang kutulis itu menjadi kenyataan di masa yang akan datang. Aku sendiri tak percaya, apalagi orang lain. Sekali lagi, orang-orang akan mengatakan aku gila. Walaupun aku sudah berkata jujur pada mereka. 

Suatu ketika, aku pernah bertanya pada ibu. Kutanya, apakah ibu pernah bermimpi aneh ketika mengandungku atau peristiwa ganjal dikala melahirkanku atau terdapat peristiwa aneh ketika aku masih kecil. Ibu bilang, tidak ada. Ibu mengandung dan menjalani masa kandungan seperti orang kebanyakan. Tak ada yang aneh, kata ibu. Walaupun berulang kali aku bertanya, tak ada hasil. Ibu selalu bilang aku dilahirkan ke dunia ini seperti anak-anak yang lain. 

Kalau dikatakan aku memakai alat tulis ajaib ketika menulis, itu juga tak benar. Aku menulis dengan alat tulis yang biasa dipakai oleh orang-orang kebanyakan. Pernah suatu ketika, untuk membuktikan bahwa bukan alat tulis ini yang membawa keanehan, aku membuang alat tulis itu ke laut. Setelah itu aku beli alat tulis yang lain. Hasilnya, tak beda. Apa yang kutulis menjadi kenyataan di masa yang akan datang. 

Dalam proses menulis pun seperti itu, tak ada yang aneh, pikirku. Malahan aku menulis dengan sesuka hatiku saja. Kalau keanehan itu terjadi satu kali saja, aku bisa maklum dan kupikir itu sebuah kebetulan saja. Tapi, aku sudah menulis beberapa puluhan kali. Ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan. 

Aku pernah pergi ke dokter, psikolog, dan paling parahnya dukun (orang pintar). Semuanya menggeleng-geleng. Mereka mengatakan tak ada yang salah pada diriku. Mereka pun tak percaya dengan apa yang kukatakan.

Aku memiliki seorang teman, namanya Rolando. Entah kenapa, dalam sebuah tulisan kutulis dia terpeleset di kamar mandi. Akibat terpeleset itu dia dirawat di rumah sakit. Padahal aku menulis dengan sesuka hatiku saja. Waktu itu aku pulang dari kampus. Setiba di rumah, hasrat menulisku muncul tiba-tiba. Lalu, aku menulis sesuatu yang di dalamnya ada Rolando. 

Seminggu setelah itu, dengan terkejut aku mendapat kabar bahwa Rolando terpeleset di kamar mandi dan dia dirawat di rumah sakit. Aku hampir gila dan merasa bersalah. Aku sempat mengunjunginya di rumah sakit. Kulihat kepala bagian belakangnya membiru. Rolando mengatakan, waktu itu dia baru bangun tidur. Seperti kebiasaannya, dia langsung ke kamar mandi dengan mata terkantuk-kantuk. Entah kenapa, dia terpeleset dan kepalanya membentur dinding. Setelah itu dia tidak tahu dengan apa yang terjadi dengan dirinya. Dia baru tahu kalau dirinya telah tidur di rumah sakit. 

Semenjak kejadian yang menimpa Rolando, aku tak lagi berniat menulis. Kukekang hasratku untuk menulis. Aku tidak ingin menyakiti seseorang dalam ceritaku yang selalu menjadi kenyataan dikemudian harinya. Aku lebih baik berhenti menulis dan hidup dalam keadaan normal lagi
Hasratku untuk menulis dapat kukekang. Tindakanku ini berhasil. Meskipun banyak para redaktur yang menghubungiku dan bertanya kenapa aku tak lagi menulis dan mengirimkan cerita-ceritaku ke media. Aku hanya memberi jawaban bahwa aku sedang mempersiapkan sebuah tulisan. Padahal aku tak lagi menulis sejak kejadian yang menimpa Rolando. Padahal, uang honor begitu menggiurkan dan banyak yang membujukku untuk menulis lagi dan aku akan diberi hadiah. 

Beberapa tahun aku tak menulis lagi. Namaku tiba-tiba berhenti begitu saja di berbagai media masa. Tiba-tiba, di suatu media masa, seorang kritikus terkenal membuat tulisan tentang diriku. Tulisan itu mengatakan, ide-ideku telah mati. Seorang penulis yang dulunya terkenal dan produktif tiba-tiba berhenti begitu saja dengan alasan yang tak jelas. Semua kecewa dan merindukan tulisan-tulisanku di media masa. 
***
Beberapa tahun setelah itu, aku mendapatkan suatu permasalahan. Tiba-tiba aku mencintai seorang perempuan. Perempuan yang kukenal secara tiba-tiba. Walaupun begitu, pesonanya membuatku tak bisa tidur sepanjang masa. Telah berbagai cara kulakukan, tetapi tak ada hasil. Hanya menyisakan perih dan kerinduanku untuk memiliki perempuan itu. 

Bermacam cara telah aku lakukan untuk meluluhkan hati perempuan itu. Aku sungguh menyukainya. Dia perempuan apa adanya, tidak basa-basi, dan terutama sekali dia perempuan yang dapat menjadi pendengar yang baik sepanjang hidupku sampai saat ini.

Ya, begitulah kata orang, kalau sudah cinta apapun akan dilakukan. Sampai-sampai pantang yang telah kuputuskan sebelumnya. Ya, aku sudah memutuskan untuk tidak menulis lagi karena takut membuat orang lain menderita dengan tokoh-tokoh dan kejadian yang nyata nantinya dikemudian hari. Tapi, tak ada yang dapat kulakukan selain membatalkan pantangan yang telah kuputuskan beberapa tahun yang lalu. 

Setelah kupikir dan kupertimbangkan masak-masak maka aku melanggar keputusanku untuk menulis lagi. Aku juga memutuskan untuk menulis hanya sekali ini saja. Bila aku telah mendapatkan perempuan dambaanku itu, aku akan berhenti menulis. Menjalani hidup dengannya secara normal yang tak akan membuatku gila. 

Dalam tulisan yang kutulis, aku membuat tokoh ceritanya adalah diriku dan diri perempuan itu. Seorang pemuda yang gagah mendapatkan seorang perempuan yang baik dan cantik. Cerita kuakhiri dengan pernikahan dan hidup rumah tangga yang bahagia. Setelah menikah dua tokoh yang kutulis itu mempunyai beberapa orang anak, tokoh laki-laki memiliki pekerjaan yang baik, dan tokoh perempuan dalam cerita itu setia pada tokoh laki-lakinya, yaitu diriku sendiri.

Peristiwa aneh itu akhirnya muncul dan menjadi kenyataan. Setelah tiga tahun, setelah aku menulis cerita itu akhirnya aku menikahi perempuan pujaanku itu. Telah beberapa tahun aku menjalani hidup dengannya. Kini, kami hidup bahagia dengan beberapa orang anak. Seseorang yang percaya dengan keanehan yang terjadi dengan tulisan-tulisanku ialah istriku tercinta. 

Dia meyakini semua keanehan yang menimpa diriku. Sejak aku menulis setelah melanggar keputusanku itu, kini aku tak menulis lagi. Aku bekerja di sebuah kampus. Istriku, menjalani sebuah usaha yang kami rintis bersama. Anak-anak kami menjadi anak yang pintar, soleh dan soleha, dan rumah tangga kami bahagia, sesuai dengan apa yang kutulis dua puluh tanun yang lalu itu. Semenjak itu aku tak pernah menulis lagi.

***

Akhir-akhir ini, negara kami dilanda krisis politik. Koruptor merajalela. Tak kenal bulu, mulai dari pejabat tinggi sampai pejabat bawahan. Kasus-kasus mutilasi dan pembunuhan semakin marak. Rakyat miskin bertambah banyak, padahal negara ini kaya dengan sumber daya alamnya. Kekayaan negara ini tidak terbagi merata. Hanya tersimpan di beberapa saku penguasa. Belum lagi, kasus narkoba, perceraian, perang antar kampung, dan banyak lainnya. 

Ah, aku menarik napas lega. Ya, kali ini aku sedang berlibur bersama keluarga ke luar negeri bersama anak dan istri tercinta. Aku sekarang sedang berada di sebuah apartemen. Aku sedang  melihat laut dan pemandangan yang indah di bawah sana. Di negera yang kukunjungi ini, aku benar-benar merasakan surga dunia yang tak pernah kukecap di negaraku sendiri. Kini, dalam kesyukuran yang kuucapkan pada pencipta, terniat dalam hatiku hendak merindukan negara yang damai, bebas dari koruptor, pejabatnya baik, terhindar dari kasus-kasus narkoba, perang, dan pembunuhan yang semuanya terhapus oleh kedamaian dan ketentraman. 

Lalu, dalam kerinduan ini, aku dikejutkan oleh istriku dari belakang. “Engkau melamun. Apa yang sedang engkau lamunkan sayang?”, tanya istri padaku. Aku diam beberapa saat. Setelah itu, aku menceritakan kepadanya tentang kerinduanku pada tanah airku yang damai dan tentram. Kami berdua diam dalam pikiran masing-masing. Setelah itu, secara tiba-tiba istriku berkata,“kenapa engkau tidak menulis tentang negerimu yang damai sayang. Barangkali tulisan yang engkau tulis itu menjadi kenyataan lagi.”

Aku terdiam. “ya, itu ide yang baik. Tapi, aku tak yakin lagi oleh keajaiban itu. Engkau tahu, aku sudah lama tak menulis lagi. Aku rasa keajaiban itu telah hilang pada diriku”, aku kembali diam.
“Engkau belum mencobanya sayang. Cobalah, barangkali keajaiban itu masih ada. Ini demi negara yang kita cintai”.

Aku diam seribu bahasa. Istriku pergi meninggalkan aku dalam kebimbangan. Keesokan harinya, aku memutuskan untuk menulis kembali. Sebuah hasrat yang telah lama kupendam dan kukekang. Aku menulis sebuah tulisan yang isinya semuanya tentang negaraku yang damai, tentram, dan sentosa. Kini, kami sekeluarga telah kembali ke negara kami. Tulisan itu telah kutulis. Kini, aku ragu pada keajaiban itu. Masih berlakukah atau tidak, pikirku dalam hati. Ya, sebaiknya kutunggu dua, tiga, empat, atau beberapa tahun yang akan datang. Semoga beberapa tahun yang akan datang mewujudkan kenyataan apa yang telah kutulis itu, yaitu negeriku yang damai. (Teguh)


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top